Total Pageviews

Sunday, November 07, 2010

Profesi Guru Bergeser: Hanya Mengajar, Tak Lagi Mendidik

Senin, 1 November 2010

Profesi Guru Bergeser

Hanya Mengajar, Tak Lagi Mendidik

PROFESI guru semakin dipertanyakan. Guru yang setianya dikenal sebagai pendidik, semakin kehilangan jati diri. Itulah yang diungkapkan Sekretaris Ikatan Guru Indonesia (IGI) Kota Samarinda, DR Barlin Hadi Kesuma SPd Med.
"Cobalah, kita bertanya pada orangtua kita dahulu. Betapa mulianya profesi guru. Tapi, sekarang terjadi pergeseran profesi guru. Saat ini, guru hanya mengajar bukan lagi sebagai pendidik. Maka, kita jangan heran apabila guru tidak lagi dihormati siswa," ungkap Barlin.
Menurutnya, untuk menyelesaikan masalah pendidikan, tidak bisa diselesaikan satu pihak. Untuk itu, yang utama kata Barlin, adalah mengubah mental guru terlebih dahulu.
"Kalau saya melihat, banyak guru-guru kita yang sudah merasa hebat dan merasa pintar. Minim sekali guru yang mau belajar lagi. Padahal, tidak ada guru yang super," kata guru SMPN 12 lulusan Master of Education (S2) dan Doctor of Education (S3) di University of Birmingham ini.
Karena merasa hebat inilah, menurut Barlin, timbul perasaan bangga dan sombong. Hal inilah yang membuat mental guru menjadi rendah. 
Saat mengajar di The Sixth Form College, Solihull, United Kingdom, banyak pengalaman berharga yang bisa didapatkan Barlin.
Menurutnya, guru di Indonesia termasuk beruntung karena telah memiliki kurikulum dan tinggal mengembangkannya.
"Saya berteman dengan beberapa profesor dari Inggris, Amerika, Mesir hingga Afganistan. Dan guru di Afganistan itu, harus membuat kurikulum sendiri, membuat materi sendiri dan mengembangkan sendiri. Bayangkan, betapa sulitnya mereka yang tinggal di daerah konflik. Karena itu, kita patut bersyukur," kata Barlin.
Pendidikan yang bisa diadopsi dari luar negeri adalah pentingnya pendidikan karakter. Menurutnya, karakter anak didik akan menentukan masa depan bangsa.
Tidak heran, apabila Barlin setuju dengan program pemerintah yang menggalakkan pendidikan karakter.
"Di luar negeri, salah satunya Inggris, pendidikan karakter yang utama. Karena, kita ini ada dua kurikulum yaitu yang tertulis dan tidak terulis," paparnya.
Kurikulum tertulis, yang dimaksud Barlin adalah kurikulum dari pemerintah. Sementara yang tidak tertulis adalah pendidikan karakter.
"Misalnya, tidak membuang sampah sembarangan hingga prilaku hidup sehat. Itu kan tidak tertulis di kurikulum," tambahnya.
Karena itu, menurut Barlin, sebagai panutan guru harus menjadi contoh.
"Kalau guru meminta siswa disiplin, harus dimulai dari gurunya sendiri. Seperti di tempat saya mengajar di Inggris. Guru, meminta siswa menghemat energi dan guru pun memberikan contoh dengan mengendarai sepeda ke sekolah," pungkas Barlin. (ici)

No comments: