Total Pageviews

Saturday, January 07, 2006

Belajar dari reformasi pendidikan di Inggris (2002)

(Dicomot dari milis pribadi tahun 2002...)

Membaca berita pendidikan di tanah air tentang target Mendiknas untukmenaikan posisi Indonesia dari ranking 16 ke 10 se-Asia Pasific ditahun 2004, saya ada rasa2 senang dan ada rasa2 skeptis juga.Senangnya kalo hal itu bisa terlaksana berarti kabar yang baik buatdunia pendidikan kita. Karena ada harapan bahwa perhatian pemerintahterhadap mutu anak didik dan SDM kita akan meningkat. Karena adatarget, berarti akan ada usaha khan begitu. Entah akan ada perbaikankurikulum atau perbaikan kesejahteraan guru, yang pasti akan adausaha kearah perbaikanlah.

Malah kalau melihat email tentang kegiatanter kini Depdiknas yang diforward-kan Pak Fatur (Note: Fahturahman, project planner di Depdiknas) kepada milis kita (Note: milis warta-pendidikan, sekarang sudah di hapus!) , seperti sedang berlangsungnya: piloting project terhadap kurikulumberbasis kompetensi dan program life skills di beberapa daerah, adanya pelatihan berbasis kompetensi, disusunnya kompetensi dasar buat kepsek, guru dan tenaga kependidikan lainnya serta diadakannya bahan ajar kontektual learning, kita secara jelas bisa `membaca' keseriusan pihak Depdiknas terhadap proses reformasi pendidikan. Namun bila melihat target tahun yang dipatok sangatlah mepet, saya menjadi sedikit skeptis. Dalam arti meragukan apa mampu dengan waktuyang sesingkat itu dan program2 yang sudah ada target Pak Malik (Note: Malik Fajar - Mendiknas waktu itu) tersebut bisa tercapai? Darimana dana mencapai target tsb bisa diperoleh sementara dana APBN buat pendidikan masih kurang dari 20%?

Saya malah berpikir barangkali program reformasi tsb ada baiknya daripada `diset' harus tercapai pada kurun waktu tertentu (pendek) lebih baik bersifat menyeluruh (jangka panjang), yang penting bersifat `sustainable' dan berkelanjutan saja. Karena kita sudah pernah mengalami `trauma' akan istilah `proyek', yang terjemahannya `mengejar tujuan jangka pendek' tanpa ada usaha `maintenance' terhadap kelanjutan hasil yang dicapai. Pertanyaanya kalau (ini secara positifnya aza) target 2004 itu tercapai, apa sudah sampai disitu saja target dunia pendidikan kita? Dan bagaimana kalau tidak tercapai? Siapa yang akan bertanggungjawab menanggung kegagalannya? Wah ini saya tidak tahu jawabannya. Maka saya lebih baik berbicara masalah reformasi terkini di Inggris saja…hehehe. Lebih aman…dan mungkin ada pelajaran yang bisa dipetik (Mungkin ada yang konteks yang sejenis dengan permasalahan di Tanah Air).

PM Tony Blair dan counsellor (menteri keuangan) Gordon Brown, baru saja mengumumkan 2002 Budget atau APBN-nya Inggris April ini. Seperti layaknya hal yang serupa di berbagai negara, semua media massa menyoroti masalah kenaikan anggaran buat mereformasi NHS scheme (program Asuransi kesehatan-nyaInggris memberi jaminan kesehatan gratis untuk semua warga tanpa kecuali) yang dianggarkan sampai 40-an billion pounds hingga 2007. Yang menjadi kecaman lawan2 politiknya adalah, reformasi tsb dilakukan dengan cara menaikan pajak kontribusi National Insurance (namanya sih asuransi untuk pembiayaan pelayanan nasional/negara untuk para warganya - tetapi pada hakekatnya adalah 'pajak' tambahan para pekerja), yang tentu saja membuat upset para tax-payers (sudah capek2 kerja, pendapatannya dikurangi lagi). Ada yangbilang partai Labour sudah `breaking their promises' kepada pada pemilihnya (biasalah politisi - umbar janji dulu saat kampanye - terus 'pura2' lupa saat sudah menduduki jabatan), mengingat dia pernah berjanji tidak ada kenaikan pajak dipemilu nasional th lalu.

Tapi Tony & Brown berkilah, kalau tidak `dengan menaikan pajak' bagaimana mungkin reformasi NHS dan lainnya bisa terlaksana sesuai harapan masyarakat banyak.Yang sedikit tidak tercover besar2an oleh massa disini, ternyata juga ada reformasi dibidang kesehatan tersebut bergandengan dengan kenaikan anggaran buat `schools and universities' juga. Tony Blair menekannya pentingnya pemerintah mempertahankan prinsip pentingnyakeberhasilan sektor ini, dengan mantra: education, education, education. Malah ada rumus, kegagalan di bidang pendidikan bisa menghancurkan agenda pemerintah secara keseluruhan. Dengan adanya kenaikan anggaran sekitar 20 billion tahun ini, maka budget yang dikeluarkan untuk membiayai pendidikan per siswa juga meningkat. Dari £1,000/ siswa di th 1996/7 menjadi £2,700 buat sekolah dasar dan £ 3,700 buat secondary.

Apakah reformasi ini benar2 `tulus' untuk `perbaikan rakyat', masih banyak meragukannya. Mengingat tgl 2 Mei ini,Inggris khan melakukan Pemilu lokal untuk memilih MP (member of parliament) barunya. Ada kesan ini merupakan `trick politik' untuk peolehan suara buat partai Labour semata. Namun kebijakan kenaikan anggaran yg luar biasa tsb tidak menyurutkan kritik dari masyarakat. Mengingat banyak permasalahan pendidikan yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan `sekadar kenaikan anggaran' dan `resep jitu' atau `panacea' dari pusat/ pemerintah semata.

Masalah semakin tingginya tingkat kenakalan remaja justru semakinmemprihatinkan. Bayangkan saja Home secretary, David Blankett, mensinyalir jalan2 di Inggris sudah tidak aman lagi, mengingat semakin meningkatnya kasus pencurian, perusakan dan perampokan yang kebanyakan dilakukan oleh kalangan `anak muda'. (Note: dari catatan tidak resmi saya selama tahun 2002 - 2004, sudah 3 orang Indonesia yang kerampokan di jalan serta 2 rumah - termasuk rumah saya yang kecurian, terutama menjelang Christmas dan New Year). Belum lagi masalah kecanduan obat dan ganja (cannabis dilegalkan oleh UU) yang lebih dari 50% dari anak2 muda usia 16 – 24 th mengaku mengkonsumsinya. (Jadi ingat ada berita anak usia 5 th mengkonsumsi narkoba di USA minggu lalu). Ini belum ditambah lagi tingkat aborsi remaja Inggris yang konon tertinggi diantara negara2 Eropa lainnya.

Singkatnya masalah moral generasi (bangsa Inggris) belakangan ini, sudah pada tahap memprihatinkan. Belum lagi meningkatnya kasus `unruly pupils in classrooms' yang membuat NUT (PGRI-nya/teacher union terbesar di Inggris) sampai2 meminta dibuatkan peraturan hukum (legal protection) yang akan melindungi para guru dari ancaman, agresi dan gangguan dari paramurid-nya di kelas. Anak2 dari tingkat nursery (pra sekolah/TK) hingga anak2 cacat/ terbelakang yang `menyerang' guru dengan pensil/pena dan `kata2' (swearing), termasuk diantara kasus yang dikatagorikan disruptive behaviours yang diusulkan harus ditindak. Ini menjadi dilemma para guru, mengingat `corporal punishment' atau hukuman fisik/ badan seperti cane atau cambuk kecil di tahun 1960an sudah tidak diperkenankan dilakukan di sekolah2 di Inggris (Note: Kalo di Indo, guru melotot aja murid sudah takut).

Pemerintah akhirnya berencana akan mengeluarkan peraturan keras yang isinya dapat menghukum dan mendenda para orangtua yangmemiliki anak2 yang katagori `bermasalah' seperti itu. Selanjutnyaanak2 tersebut akan dikatagorikan `sin bins' tersebut, harus dipisahkan dari teman2nya yang masih `baik'. Ide ini menurut polling-sudah 63% ditolak dan 37% menerima. Sekolah akhirnya akan meminta biaya tambahan sebesar 10 pounds kepada parents untuk mewujudkan ide tersebut.Malah ada ide (yang disodorkan diilhami oleh peristiwa September11th) untuk memberikan tugas tambahan para guru2 di kelas untuk menginformasikan anak2 yang memiliki bakat merusak. Menurut penelitian (bisa diragukan validity-nya), perilaku anak2 seusia dini -dari usia 3 th (reception/nursery) – sudah bisa diramalkan apakah akan menjadi `anak2 baik2' atau sebaliknya `anak bermasalah'. Bila ditemukan kasus yang demikian, maka anak2 tersebut akan diberikan `treatment' yang berbeda. (Wah, wah,wah sampai segitunya).

Untuk men-tackle masalah ini pula, akan ada program khusus yang akan diberikan kepada orang tua dan para calon orang tua (mungkin sasarannya kepada orangtua yang sedang mengandung dan atau yang belum menikah tapi punya pasangan) untuk mengikuti `program bagaimana menjadi orang tua yang baik'. Karena disinyalir ada pendapat (hasil penelitian juga) bahwaanak2 bermasalah tersebut berasal dari keluarga yang bermasalah pula. Juga perilaku anak bersumber dari perilaku social dimana dia tinggal, anak2 hanya mengadopsi saja. Dst…dll. (nggak saya teruskan). Wah, wah kalo di Inggris yang relatively peradabannya (ngakunya) lebih maju aja begitu bagaimana dengan yang masih primitif ya?

Saya cuma bisa berdoa dan berharap semoga kejadian itu tidak menyebar sampai ke kampung saya di pedalaman Kalimantan sana. Karena masih ada orang2 yang baik dan memiliki moral yang kuat. Entah kalo ada yang sudah merasa ikut2an bangsa Inggris, ya…..

Birmingham,25 April 2002

No comments: