Friday 5 September 2008
Hari ini pelaksanaan induction untuk kelas 12 di mulai. Sejak pagi para guru dan kepsek sibuk menyambut para siswa baru dan lama di dekat ruang tamu (reception) dan membantu memberikan informasi dimana para tutor mereka berada. Dikelas para tutor (guru wali) yang bertanggung jawab selama mereka belajar (2 th) sudah menunggu. Pertemuan dimulai dengan perkenalan singkat, dilanjutkan penjelasan tentang program studi mereka (termasuk nama staff & ruangan2 yang penting untuk diketahui). Kemudian anak2 diajak tour keliling sekolah untuk mengenali dimana mereka akan belajar, dengan siapa saja mereka berhubungan, dan jika mendapat kesulitan kemana mereka harus pergi. Yang terpenting adalah mereka tahu dimana ruang ketua program, r.guru, r.konseling dan karir, dan learning support dept. Tak lupa diperkenalkan fasilitas sekolah: perpus, kantin, sport facilities dan ruang kerja/ computer. Setelah istirahat beberapa menit, tutor kembali menjelaskan tentang misi sekolah, peraturan umum sekolah dan access fasilitas sekolah dll, dengan memancing diskusi antar mereka daripada sekadar 'pemberitahuan' atau membaca pengumumam2.
Di salah satu kelas saya bertemu dengan beberapa siswa dengan learning difficulties. Salah satunya Mas AB, yang mengalami dispraxia dan asperger. Pria jangkung yang cukup asyik untuk ngobrol ini mengambil program Double Award Applied science dan AS Ancient History. Didalam kelas dia perlu support dikarenakan: slow writing, perlu notetaker yang membantu membuatkan catatan dan identifying main points. Dia juga perlu support of enabler in lessons and 1:1 support for 1 hour per week yang membantu organisasi belajarnya seperti keeping an organised folder, filing & dating work, using a diary and remembering deadlines.
Satu hal yang jelas bagi anak dengan dyspraxia seperti AB adalah poor handwriting-nya, selain sulit terbaca juga lamban. AB terlihat kurang suka membuat catatan selama induksi berlangsung. Saya belum tahu dengan AB, tapi tahun lalu saya bertemu dengan siswa dengan dislexia dan dispaxia yang sulit menulis kalau menggunakan pen dan kertas, tapi kalo sudah di depan komputer dan memegang keyboard dengan brilliant bisa membuat karya tulis/ coursework yang selalu bernilai merit atau distinction. Jauh lebih bagus dari anak2 yang dikategorikan 'normal'.
Menurut informasi yang saya temukan di internet: para penderita dispraxia sejak kecil memiliki kesulitan seperti memakai baju sendiri, mengikat tali sepatu, naik sepeda, sulit menggunakan pena dan suka makan/ minum berhambur2an karena kesulitan mengontrol kemampuan motoric dan kordinasi-nya. Penyebab dispraxia sendiri berbagai ragam salah satunya perkembangan sel2 otak yang kurang sempurna pada saat balita atau karena kekurangan oksigen sangat dilahirkan.
Yang membuat suprised untuk tahun ini adalah ratusan siswa yang berlatar belakang disabled dan atau with learning disabilities (naik dari sekitar 90an tahun lalu). Salah seorang guru yang khusus mensupport anak2 ini mengatakan untuk kelas 12 ini saja (yang baru) dia mendapat 6 orang anak, belum lagi yang dari kelas 13 katanya (baru mulai Rabu minggu depan). Dibandingkan 20 tahun yang lalu college ini menjadi more diversity dari sebelumnya yang hanya didominasi white & middle class. Dari seluruh 2500 siswanya, 40% dari ethnic minorities, ada 30 macam bahasa spoken, dan ratusan anak2 berlatar belakang cacat/ with specific learning difficulties.
Beberapa diantaranya adalah allergies, anaphylaxis, asthma, chronic fatigue syndrome atau ME, diabetes, epilepsy, haemophilia, dan masih banyak lagi yang sedih rasanya kalau dituliskan.
Membaca data anak2 cacat yang beraneka ragam itu - sangatlah membukakan hati saya, karena betapa banyak anak2 yang terlihat sehat dan bugar itu ternyata banyak yang memiliki kondisi fisik, mental dan emosional-nya bagi orang awam: tidak normal. Tetapi ternyata mereka adalah bagian dari society/ masyarakat yang secara aktif berinteraksi satu sama lain menjadi suatu bangsa.
Jadi sebenarnya program inklusif dalam pendidikan itu sebenarnya sangatlah baik, baik berupa pembelajaran bagi semua (dalam hal demokrasi, HAM, teloransi, kerjasama, gotong royong, dll) termasuk untuk mempersiapan anak2 untuk hidup, berkembang dan berinteraksi didalam masyarakatyang sebenarnya. Dengan begitu gesekan2 didalam society karena adanya perlakuan rasisme, diskriminasi, anti emansipasi, intolerance, perlakuan bersifat/dasar SARA dan perbedaan social class - yang merupakan penyakit masyarakat - bisa diminimalisir sedemikian rupa.
Notes: Setuju pendidikan inklusif diterapkan di setiap sekolah.
No comments:
Post a Comment