Total Pageviews
Tuesday, March 28, 2006
'Spring' dan 'Summer' di B'ham
'Spring' dan 'Summer'
Jika musim semi tiba – biasanya ditandai oleh tibanya Easter festive season, kota Birmingham pun menjadi ‘blooming’ segar penuh dengan warna warni oleh bunga musim semi. Tidak saja taman2 kotanya yang semarak dengan aneka warna floral, hampir disetiap pojok dan pagar jalan turut semarak tak ketinggalan. Pemandangan yang kontras sekali mengingat 3 - 4 bulan sebelumnya di tempat yang sama pohon2 mengersang ditinggalkan daun2 dan hewan2 sahabatnya. Selaras dengan datangnya kicauan burung2; di empat penjuru kota dari Sutton Park di Utara - Timur, Lickley Hill Country Park di Selatan Barat, hingga Kings Heath Park dan Canon Hill Park di tengahnya, bertransformasi mejadi panaroma alam yang sangat indah. Semerbak aroma seakan berseru: it’s a great day out … menyapa penduduk kota untuk bersuka cita menyambut datangnya musim baru. Lampu2 jalan yang benderang selama musim dingin pun berganti dengan aroma kecerahan yang dibawa oleh spring floral nan asri. Geliat kota yang lamban dan murung selama itu pun berganti speed, lebih hidup dan lebih ceria. The spring is (finally) here…
Bila semi menjadi summer, taman yang dulunya luas menjadi sempit oleh pendatang yang berdesak menyongsong full sunlight yang memanjangkan siang hingga 16 jam. Dari bayi, remaja hingga nenek kakek, dari yang modis hingga yang dekil, semua bak berkompetisi untuk berebut tempat dan kesempatan untuk menikmati sinar yang menghangatkan kulit dan memanjakan perasaan. Tak heran jika taman2 kota bak berubah manjadi surga eden sebagaimana yang sering digambarkan oleh iklan travel di koran2 dan internet. Aktivitas para pengunjung musiman ini bermacam2 dari bermain sepeda, jogging, berjalan santai, hingga hanya sekadar berjemur mencari keringat berolahraga (tennis, cricket, football, dll).
Salah satu event yang menarik di taman ini adalah diadakannya lomba mencari cacing! Dipetak tanah yang ditentukan para peserta berlomba mengumpulkan cacing sebanyak2 dengan cara mengetuk2 dan menggoyang2 lapisan tanah berumput dengan sekop kecil atau sepotong besi (tentu saja tanpa perlu harus menggali tanahnya hehehe). Dalam hitungan menit, para peserta berusaha keras ‘mengganggu’ para cacing didalam tanah tersebut agar ‘terpaksa’ muncul ke atas. Peserta yang paling banyak mengumpulkan cacing dan atau berhasil menangkap cacing yang paling berat dan besar ditetapkan menjadi pemenang kontes.
Bila anda suka ke parks, inilah pilihan anda bisa berjalan2 bersama keluarga menikmati alam. Park favourite keluarga kami adalah Canon Hill di dekat Edgbaston cricket ground dan University of Birmingham yang terkenal itu. Sambil menikmati angsa dan bebek yang berkejaran di pinggir kolam, anda bisa melempar segenggam nuts atau bread ke tengahnya. Biasanya sambil menikmati sensasi sinar matahari menyentuh kulit, saya biasa duduk di tepi kolam sambil melamun sambil melempar pandangan keseliling. Birmingham parks memang tidak seindah dan aestetik Roman garden yang penuh batu bertulis sisa bangunan bangsa Romawi di Chester (kami kunjungi di tahun 2001). Tapi tentu saja tak kalah ramainya dengan Luxembourg parks di Paris (kami kunjungi di 2005).
Well, cara lain menikmati summer di Birmingham cara kami adalah naik boat - mencari angin dan berjemur sambil menikmati pemandangan disepanjang canal. Lahir dan dibesarkan ditepi sungai Mahakam di timur pulau Borneo membentuk saya sangat menyukai wisata air daripada yang lainnya. Meskipun disini hanya bisa menemukan anak2 sungai yang relatif kecil dibanding sungai, paling tidak tiga perempat rindu kampung halaman bisa terobati. Canal Birmingham mungkin tidak seromantis Venice di Italy atau sekomersil dan sesibuk canal di Amsterdam dimana kita seakan dihantar melewati ratusan jembatan sekali jalan. Disini kami bisa menimati pemandangan kota Birmingham melalui air tanpa distorsi suara bising lalu lalang boat seperti yang kami alami di Amsterdam (2005). Percakapan dan derai tawa bersama keluarga pun terasa jadi nikmat apalagi bila diselingi minum teh hangat dan makan biscuit.
Thursday, March 23, 2006
Tinggal di Aston
Bisa menulis banyak tentang hal2 yang dialami selama di LN merupakan sesuatu saya idamkan sejak lama. Kalau saat ini itu menjadi sangat susah terjadi, barangkali karena irama hidup dan kesibukan yang semakin meningkat saat ini dibandingkan dulu.
Waktu untuk menulis 'hampir' tidak ada
Waktu untuk menulis menjadi salah satu scarcity dalam hidup saat ini. Menjadi sesuatu yang saat precious untuk ditemukan dan dinikmati. Kebetulan saya bukan jenis orang yang bergelimang dengan waktu. Pertama, waktu habis oleh money making (kerja) plus minus waktu yang terbuang sebagai commuter. Bayangkan kerja 8 jam sehari ditambah 4 jam habis di jalan (naik bus) untuk back and forth. Pergi pagi jam 7 – kalo winter kadang2 sebelum matahari muncul – dan pulang jam 6 – juga kadang2 setelah matahari terbenam. Hanya saat summer rutinitas ini terasa sedikit berubah.
Yang kedua, waktu untuk kelurga. Mon to Fri sepulang kerja adalah waktu yang ‘harus digunakan’ bersama keluarga. Terutamanya, dinner, nonton TV bareng, bermain2 bersama si Akis. Setelah jam 9 malam dan si Akis tidur, barulah sedikit ada waktu mengobrol dengan isteri tentang news hari itu. Menginjak jam 10 malam, rasa kantuk dan capek mulai pile up dan bedtime memanggil. Hanya weekends, yang ‘benar2 ada sedikit waktu luang’. Sedikit luang, karena itu pun harus dipakai untuk kegiatan bersama keluarga lagi. Terutama shopping dan hiburan. Kadang2 kami juga meluang waktu untuk bermain2 di Villa Park atau berenang di small pool.
Tinggal di Aston
Aston Hall
Kami tinggal di daerah yang bernama Aston. Nama ini saat terkenal di Inggris. Bukan saja karena rocker Black Sabbath Ozzy Osbourne pernah lahir dan grew up disana, atau menjadi home bagi stadion megah dan terbesar Aston Villa Park di Inggris Tengah. Tapi juga infamous karena daerah ini memiliki stereotype sebagai daerah yang kumuh dan penuh kejahatan. Mungkin persepsi kita akan sama kalau mendengar kata Brooklyn di Amerika. Terbayang daerah yang penuh dengan gangsters, drug dealers dan dar der dor dsb.
Sebenarnya stereotype ini tidak sepenuhnya betul. Memang, dulu waktu saya pertama2 datang, saya sempat berpandangan yang sama. Alasannya karena di daerah yang di dominasi oleh penduduk dari Asia Selatan ini terlihat lebih kotor di bandingkan dengan daerah yang kebanyakan di huni oleh orang2 'White'. Selama tinggal disini juga, rumah saya pernah sekali kemasukan maling, saat isteri dan anak saya sedang berada di kamar atas, dan terjadi 3 kali perampokan yang jelas2 korbannya adalah orang Indonesia yang tinggal di Aston.
Seorang kawan yang memiliki mobil dan by the law harus mendaftarkan insurance terpaksa tidak jadi mendaftarkan karena berdomisinya di Aston. Ini karena insurance fee untuk orang yang tinggal di Aston ini termahal di Birmingham, dan saat itu Birmingham (th 2000) yang termahal di UK. Sehingga kalau dikalkulasi, berarti daerah Aston yang dikagorikan ‘paling tidak aman’di UK.
Pandangan stereotype saya tentang Aston ini pelan2 mulai berubah sejak beberapa tahun yang lalu. Ini dikarenakan ada perubahan yang terjadi. Ternyata sebelum tahun 2001, counsellor atau anggota DPRD di daerah Aston diwakili oleh partai Labour. Tetapi sejak partai Liberal Demokrat menang di daerah ini, terlihat perubahan yang banyak. Kemenangan partai baru membawa angin segar bagi Aston.
Uang mulai mengalir di daerah ini, yang salah satunya di pakai memperbanyak polisi patroli dan perbaikan fasilitas jalan dan umum. Pusat pelayanan pendidikan dan kesehatan masyarakat di buka. Anak2 muda dan wanita yang biasanya menganggur didekati, di beri pendidikan dan pelatihan gratis. Diberi kemudahan dan insentif untuk berusaha kepada mereka yang mau berwirausaha. Hasilnya memang cukup mencengangkan, dalam 5 tahun, Aston benar2 telah berbenah. Jalan2 mulai sering disapu hingga bersih, mobil2 yang diparkir tidak teratur mulai ditertibkan, polisisi masyarakat berpatroli sepanjang waktu, para penjual drug mulai menyingkir, hingga total result: kejahatan menurun drastis.
Waktu untuk menulis 'hampir' tidak ada
Waktu untuk menulis menjadi salah satu scarcity dalam hidup saat ini. Menjadi sesuatu yang saat precious untuk ditemukan dan dinikmati. Kebetulan saya bukan jenis orang yang bergelimang dengan waktu. Pertama, waktu habis oleh money making (kerja) plus minus waktu yang terbuang sebagai commuter. Bayangkan kerja 8 jam sehari ditambah 4 jam habis di jalan (naik bus) untuk back and forth. Pergi pagi jam 7 – kalo winter kadang2 sebelum matahari muncul – dan pulang jam 6 – juga kadang2 setelah matahari terbenam. Hanya saat summer rutinitas ini terasa sedikit berubah.
Yang kedua, waktu untuk kelurga. Mon to Fri sepulang kerja adalah waktu yang ‘harus digunakan’ bersama keluarga. Terutamanya, dinner, nonton TV bareng, bermain2 bersama si Akis. Setelah jam 9 malam dan si Akis tidur, barulah sedikit ada waktu mengobrol dengan isteri tentang news hari itu. Menginjak jam 10 malam, rasa kantuk dan capek mulai pile up dan bedtime memanggil. Hanya weekends, yang ‘benar2 ada sedikit waktu luang’. Sedikit luang, karena itu pun harus dipakai untuk kegiatan bersama keluarga lagi. Terutama shopping dan hiburan. Kadang2 kami juga meluang waktu untuk bermain2 di Villa Park atau berenang di small pool.
Tinggal di Aston
Aston Hall
Kami tinggal di daerah yang bernama Aston. Nama ini saat terkenal di Inggris. Bukan saja karena rocker Black Sabbath Ozzy Osbourne pernah lahir dan grew up disana, atau menjadi home bagi stadion megah dan terbesar Aston Villa Park di Inggris Tengah. Tapi juga infamous karena daerah ini memiliki stereotype sebagai daerah yang kumuh dan penuh kejahatan. Mungkin persepsi kita akan sama kalau mendengar kata Brooklyn di Amerika. Terbayang daerah yang penuh dengan gangsters, drug dealers dan dar der dor dsb.
Sebenarnya stereotype ini tidak sepenuhnya betul. Memang, dulu waktu saya pertama2 datang, saya sempat berpandangan yang sama. Alasannya karena di daerah yang di dominasi oleh penduduk dari Asia Selatan ini terlihat lebih kotor di bandingkan dengan daerah yang kebanyakan di huni oleh orang2 'White'. Selama tinggal disini juga, rumah saya pernah sekali kemasukan maling, saat isteri dan anak saya sedang berada di kamar atas, dan terjadi 3 kali perampokan yang jelas2 korbannya adalah orang Indonesia yang tinggal di Aston.
Seorang kawan yang memiliki mobil dan by the law harus mendaftarkan insurance terpaksa tidak jadi mendaftarkan karena berdomisinya di Aston. Ini karena insurance fee untuk orang yang tinggal di Aston ini termahal di Birmingham, dan saat itu Birmingham (th 2000) yang termahal di UK. Sehingga kalau dikalkulasi, berarti daerah Aston yang dikagorikan ‘paling tidak aman’di UK.
Pandangan stereotype saya tentang Aston ini pelan2 mulai berubah sejak beberapa tahun yang lalu. Ini dikarenakan ada perubahan yang terjadi. Ternyata sebelum tahun 2001, counsellor atau anggota DPRD di daerah Aston diwakili oleh partai Labour. Tetapi sejak partai Liberal Demokrat menang di daerah ini, terlihat perubahan yang banyak. Kemenangan partai baru membawa angin segar bagi Aston.
Uang mulai mengalir di daerah ini, yang salah satunya di pakai memperbanyak polisi patroli dan perbaikan fasilitas jalan dan umum. Pusat pelayanan pendidikan dan kesehatan masyarakat di buka. Anak2 muda dan wanita yang biasanya menganggur didekati, di beri pendidikan dan pelatihan gratis. Diberi kemudahan dan insentif untuk berusaha kepada mereka yang mau berwirausaha. Hasilnya memang cukup mencengangkan, dalam 5 tahun, Aston benar2 telah berbenah. Jalan2 mulai sering disapu hingga bersih, mobil2 yang diparkir tidak teratur mulai ditertibkan, polisisi masyarakat berpatroli sepanjang waktu, para penjual drug mulai menyingkir, hingga total result: kejahatan menurun drastis.
Subscribe to:
Posts (Atom)